Selasa, 10 Januari 2012

TULISAN KE-3

Kasus-Kasus Penderitaan dan Keadilan

Kasus Penderitaan

Seorang wanita berumur 50 tahun menderita penyakit kanker payudara terminal dengan metastase yang telah resisten terhadap tindakan kemoterapi dan radiasi. Wanita tersebut mengalami nyeri tulang yang hebat dimana sudah tidak dapat lagi diatasi dengan pemberian dosis morphin intravena. Hal itu ditunjukkan dengan adanya rintihan ketika istirahat dan nyeri bertambah hebat saat wanita itu mengubah posisinya. Walapun klien tampak bisa tidur namun ia sering meminta diberikan obat analgesik, dan keluarganya pun meminta untuk dilakukan penambahan dosis pemberian obat analgesik. Saat dilakukan diskusi perawat disimpulkan bahwa penambahan obat analgesik dapat mempercepat kematian klien.


Kasus Keadilan

Jakarta--Kasus-kasus kekerasan terhadap rakyat dan kaum tani di Bima, Mesuji Lampung dan Papua menunjukkan kebijakan Negara belum dapat memenuhi kebutuhan dasar, keadilan sosial dan aspirasi rakyat.
Peristiwa itu menimbulkan keprihatinan banyak pihak. Bursah Zarnubi (mantan anggota DPR-RI) meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono lebih bijaksana dalam menyikapi insiden kekerasan di Bima, Nusa Tenggara Barat, Mesuji dan Papua.
Kembali kepada cita-cita Proklamasi dan pasal 33 UUD45 merupakan syarat mutlak membangun kebijakan pro-rakyat, yang bisa mengakomodasi kepentingan rakyat paling mendasar. Kebijakan Agraria kita harus direformasi sesuai kebutuhan rakyat, bukan pemodal dan penguasa,” kata Bursah.
Dengan membuat kebijakan negara di bidang agraria (reformasi Agraria) yang pro-rakyat sesuai konstitusi, akan terakomodasilah aspirasi rakyat kecil di bawah.
Sejauh ini, kekerasan di Bima mendapat kutukan dari berbagai pihak. Sikap aparat keamanan hingga menewaskan para pengunjuk rasa, sungguh di luar batas-batas kemanusiaan.
Aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Usman Hamid meniliai insiden Bima adalah kekerasan negara yang jelas menunjukkan karakter kekerasan dari kekuasaan. Perilaku aparat negara dalam insiden Bima itu juga merupakan perilaku bermental centeng pemilik modal.
Perilaku tersebut hanya mungkin dipertanggungjawabkan kepada pemilik modal, bukan kepada rakyat. Aksi memberondong warga dengan peluru serta menangkap warga karena alasan menolak tambang, jelas memposisikan prokepentingan bisnis di atas segalanya, termasuk tak peduli apakah perilaku itu mengakibatkan nyawa rakyat terenggut.
Tak ada satu pun kaidah hukum, maupun protap kepolisian yang bisa membenarkan tindakan brutal aparat keamanan,” kata Usman, kemarin.
Berbagai kalangan meminta Presiden SBY tidak bersikap minimalis dalam menyikapi konflik berdarah yang terjadi di sejumlah daerah akhir-akhir ini, baik di Papua, Mesuji, dan terakhir di Bima. Presiden tidak boleh lepas tangan karena alasan otonomi daerah, sebaliknya Presiden harus proaktif berkomunikasi dengan kepala-kepala daerah yang menjadi lokasi peristiwa berdarah itu.
Ada keprihatinan yang menyeruak dari berbagai kalangan karena intensitas tindak kekerasan yang muncul dalam konflik antarwarga maupun warga versus aparat cenderung meningkat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar