Jumat, 29 November 2013

Artikel Ilmiah, Semi Ilmiah, dan Non Ilmiah dengan bentuk ragam bahasa

Artikel Ilmiah, Artikel Semi Ilmiah, dan Artikel Non Ilmiah
KARYA ILMIAH

Penelitian menurut Sekaran (2003)  didefinisikan sebagai upaya yang terorganisir dan sistematis untuk menginvestigasi  masalah spesifik yang membutuhkan suatu solusi. Penulis lainnya mendefinisikan penelitian sebagai sebuah proses investigasi ilmiah terhadap sebuah masalah yang dilakukan secara terorganisir, sistematik, berdasarkan pada data yang terpercaya, bersifat krtikal dan objektif yang memiliki tujuan untuk menemukan jawaban atau pemecahan atas satu atau beberapa masalah yang diteliti. Hasil  dari penelitian tersebut dituangkan dalam karya tulis ilmiah (Ubaya, 2013).
Karya  tulis ilmiah atau tulisan akademik atau tulisan argumentasi merupakan gabungan narasi, deskripsi, dan eksposisi  yang penulisannya didasarkan pada suatu penalaran atau logika  tertentu, didukung bukti (evidence), dan disertai dengan argumen. Penalaran atau logika berhubungan dengan keabsahan penarikan kesimpulan, sedangkan argumen berhubungan dengan kebenaran premis yang digunakan sebagai dasar penarikan kesimpulan. Tulisan argumentasi bertujuan untuk mengubah sikap dan pendapat orang lain dengan menggunakan prinsip-prinsip logika sebagai alat bantu utama (Ubaya, 2013). 
Beberapa hal penting yang harus  diperhatikan oleh penulis dalam membuat tulisan argumentasi: (1) mendasarkan pada fakta/informasi, bukti, dan konstelasi faktual/informasi; (2) mempertimbangkan pandangan-pandangan atau pendapat-pendapat yang bertentangan; (3) mengemukakan pokok persoalan dengan jelas; (4) menyelidiki persyaratan-persyaratan yang masih diperlukan; (5) mengandung kebenaran; (6) menghindari penggunaan istilah yang dapat menimbulkan prasangka; (7) memberikan batasan pada istilah yang dapat menimbulkan ketidak sepakatan (Ubaya, 2013).

Karakteristik Karya Ilmiah:
Sebuah karya tulis disebut sebagai karya ilmiah apabila karya tersebut memenuhi beberapa karakteristik. Davis dan Cosenza (1993) menyebutkan enam karakteristik yang meliputi: (1) logis, (2) konseptual-teoritis, (3) kritis-analitis, (4) obyektif, (5) empiris, dan (6) sistematis. Sedangkan Sekaran (2003) mengidentifikasikan delapan karakteristik, terdiri dari (1) kejelasan tujuan (purposiveness), (2) tingkat kehati-hatian (rigor), (3) teruji (testability), (4) kemampuan untuk diulang (replicability), (5) ketepatan dan kepercayaan (precision and confidence), (6) objektif (objectivity), (7) kemampuan untuk digeneralisasi (generalizability) dan (8) penyederhanaan (parsimony) (Ubaya, 2013). 

Jenis-Jenis Karya Ilmiah
Karya ilmiah berbasis penelitian meliputi karya ilmiah mengikuti paradigma kuantitatif (mainstream) dan kualitatif (non-mainstream). Sedangkan karya ilmiah berbasis nir-penelitian meliputi: laporan kerja praktik, laporan desain dan laporan aplikasi. Skripsi nir-penelitian merupakan karya tulis ilmiah yang tidak didasarkan pada kegiatan penelitian. Skripsi nir-penelitian dapat mengambil bentuk hasil rancangan, hasil aplikasi/implementasi, laporan kerja praktik atau magang. Karya ini dapat dikategorikan sebagai karya ilmiah apabila memenuhi persyaratan kebenaran ilmiah. Teori kebenaran yang dapat digunakan sebagai landasan untuk ketiga jenis karya tulis ini adalah teori kebenaran koherensi dan pragmatisme. Koherensi mengandung arti bahwa suatu pernyataan  atau temuan dianggap benar apabila pernyataan atau temuan tersebut konsisten dengan pernyataan sebelumnya yang masih dianggap benar. Sedangkan pragmatisme berarti pernyataan atau temuan dianggap benar apabila pernyataan atau temuan tersebut bermanfaat bagi kemaslahatan orang banyak (Ubaya, 2013).

KARYA SEMI ILMIAH

Karya semi ilmiah adalah sebuah penulisan yang menyajikan fakta dan fiksi dalam satu tulisan dan penulisananya pun tidak seformal tetapi tidak sepenuhnya mengikuti metode ilmiah yang sintesis-analitis karena sering dimasukkan karangan non-ilmiah. Mkasud dari karangan non-ilmiah tersebut ialah karena jenis Semi Ilmiah memang masih banyak digunakan misalnya dalam komik, anekdot, dongeng, hikayat, novel, roman, dan cerpen.
Ciri-ciri Semi Ilmiah meliputi; penulisannya berdasarkan fakta pribadi, fakta yang disimpulkan bersifat subjektif, gaya bahasa formal dan popular, lebih mementingkan diri penulis, melebih-lebihkan sesuatu, usulan-usulan bersifat argumentatif, dan bersifat persuasif.

Contoh Karangan Semi Ilmiah:
Jabodetabek Tidak Lagi Menarik
            Bogor- Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi adalah pilihan investor di bandingkan dengan daerah lain di Indonesia. Kendati luas 0,03 persen dari luas wilayah nasional, pada tahun 2009, kawasan ini menyumbangkan 25,78 persen dari produk domestic regional bruto nasional. Selaintu dorongan dari pemerintah melalui Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) juga menetapkan jabotabek sebagai lokasi investasi terbesar.
            Dalam jangka panjang Jabodetabek bisa tidak lagi menjadi menarik  bagi investor. Hal ini disebabkan akumulasi dari penurunan daya dukung lingkungan serta tidak meratanya akses terhadap aktivitas ekonomi yang meningkatkan kemiskinan, kriminalitas, dan konflik social. Pertumbuhan lahan terbangun di Jabodetabek yang tidak terkendali mengonversi kawasan pertanian dan kawasan lindung sehingga membuat daya dukung kawasan menurun,
            Hal itu, antara lain, terlihat dari luas ancaman banjir di kawasan Jabodetabek yang terus menaik pada tahun 2000, sebanyak 102 desa di Jabodetabek yang terkena banjir, tahun 2008 sudah mencapai 644 desa terkena banjir. Selain itu infrastruktur juga tidak efisien sehingga menimbulkan kemacetan dan kekumuhan yang semakinparah setiap tahun.
            Sebaiknya pemda kawasan Jabodetabek meningkatkan infrastruktur yang efesien dengan menghilangkan titik lokasi yang terkena banjir, membuat resapan air yaitu penanaman pohon atau  pembuatan sumur resapan untuk mengurangi laju luncuran air kepermukaan dan pemerintah daerah lebih meningkatkan infrastruktur jalur kendaraan agar kemacetan bisa di tuntaskan dengan memberikan lahan parkir, pelalan kaki, pedagang kaki lima. Menghilangkan kekumuhan dengan mendatangi dan memberi pengarahan kepada masyarakat akan pentingnya lingkungan.
            Dengan infrastruktur yang bagus maka kawasan Jabodetabek akan selalu menarik investor dan memperbaiki aktivitas ekonomi. Selain itu bisa memberi contoh kepada daerah lain untuk meningkatkan daya tarik investor, agar setiap daerah berkembang dan juga mengurangi kemiskinan (Kompas, 2013).

KARYA TULIS NON ILMIAH
Karya non-ilmiah adalah karangan yang menyajikan fakta pribadi tentang pengetahuan dan pengalaman dalam kehidupan sehari-hari, bersifat subyektif, tidak didukung fakta umum, dan biasanya menggunakan gaya bahasa yang popular atau biasa digunakan (tidak terlalu formal) (Upi, 2013).
            Ciri-ciri Karya Tulis Non Ilmiah maliputi ditulis berdasarkan fakta pribadi, fakta yang disimpulkan subyektif, gaya bahasa konotatif dan populer, tidak memuat hipotesis, penyajian dibarengi dengan sejarah, bersifat imajinatif, situasi didramatisir, bersifat persuasif, tanpa dukungan bukti. Jenis-jenis yang termasuk karya non-ilmiah adalah dongeng, cerpen, novel, drama, dan roman (Upi, 2013).

ANALISIS ARTIKEL

Dari pembahasan mengenai Karya Ilmiah, Semi Ilmiah, dan Non Ilmiah, serta contoh artikel yang terdapat di atas berupa artikel Semi Ilmiah, karena memiliki cicri-ciri sebagai berikut penulisannya berdasarkan fakta pribadi, fakta yang disimpulkan bersifat subjektif, gaya bahasa formal dan popular, lebih mementingkan diri penulis, melebih-lebihkan sesuatu, usulan-usulan bersifat argumentatif, dan bersifat persuasif, ciri tersebut memenuhi kriteria sebagai penulisan karya semi ilmiah.


DAFTAR PUSTAKA


Peran dan Fungsi Bahasa Indonesia dalam Ragam Tulis

Peranan dan Fungsi Bahasa Indonesia dalam Ragam Tulis

BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
        Bahasa merupakan kunci untuk membuka wawasan dan pengetahuan. Hanya dengan bahasalah kita dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Walaupun bahasa Indonesia sudah berperan sebagai alat persatuan tetapi belum dapat berperan sebagai pengantar ilmu pengetahuan. Hal tersebut mengharuskan kita menerjemahkan semua buku ilmu pengetahuan di dunia ini ke dalam bahasa Indonesia. Dengan adanya informasi ilmiah dalam bahasa Indonesia tersebut, pasti akan ada kemajuan di bidang ilmu pengetahuan yang berarti meningkatkan mutu bahasa indonesia sebagai bahasa ilmiah. Bahasa dipakai sebagai alat mengungkap gagasan dan pikiran. Dengan begitu bahasa adalah alat komunikasi sekaligus alat untuk memahami isi dari komunikasi itu sendiri. Komunikasi antar-orang, termasuk komunikasi ilmuwan terhadap fenomena alam dan fenomena kebudayaan.
        Definisi lain, Bahasa adalah suatu bentuk dan bukan suatu keadaan (lenguage may be form and not matter) atau sesuatu sistem lambang bunyi yang arbitrer, atau juga suatu sistem dari sekian banyak sistem-sistem, suatu sistem dari suatu tatanan atau suatu tatanan dalam sistem-sistem. Pengertian tersebut dikemukakan oleh Mackey (1986:12).
                   Menurut Keraf dalam Smarapradhipa (2005:1), memberikan dua pengertian bahasa. Pengertian pertama menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua, bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer.
Lain halnya menurut Owen dalam Stiawan (2006:1), menjelaskan definisi bahasa yaitu “language can be defined as a socially shared combinations of those symbols and rule governed combinations of those symbols” (bahasa dapat didefenisikan sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem konvensional untuk menyampaikan konsep melalui kegunaan simbol-simbol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan).
        Pemenuhan kaidah kebahasaan merupakan ciri utama dari bahasa keilmuan. Oleh karena itu, aspek kebahasaan dalam karya ilmiah sebenarnya adalah memanfaatkan kaidah kebahasaan untuk mengungkapkan gagasan secara cermat. Kaidah ini menyangkut struktur kalimat, diksi, perangkat peristilahan, ejaan, dan tanda baca. Manusia menggunakan bahasa sesuai dengan yang dia ketahui dan yang dirasakan guna menyampaikan gagasan atau menerima gagasan, pemberitahuan, keluh-kesah, pernyataan menghormat, bersahabat, atau pernyataan permusuhan dari orang lain. Siapa dia berkomunikasi dengan siapa, tentang hal apa, di mana, untuk tujuan apa dengan cara bagaimana.
        Dengan demikian, cara orang mengekspresikan gagasan terkait dengan masalah-masalah di luarnya seperti kesadaran atas status sosial dan tradisi yang berlaku dan diberlakukan. Lewat bahasa yang diketahui, gagasan dan pikiran diformulasi menjadi serangkaian konsep kebahasaan. Konsep bisa berupa kata atau istilah (construct). Kursi misalnya, adalah kata yang artinya “tempat duduk”. Karena berarti demikian maka kursi difungsikan untuk diduduki, tidak dipanggul. Kalau dipanggul, pasti ada penjelasan lain, misalnya dilakukan oleh sejumlah kuli-kasar untuk dibawa masuk ke rumah, ke mobil cup terbuka.
       Karena kursi berfungsi sebagai tempat duduk, maka muncul makna baru dari kata kursi itu, misalnya kedudukan. Misalnya adanya ungkapan: “Para anggota DPR (mohon maaf untuk tidak dibaca wakil-wakil rakyat) bersitegang untuk memperebutkan kursi ketua komisi. Kata “kursi” di sini merupakan kata lain dari “kedudukan sebagai”. Sedang bersitegang adalah suasana yang muncul dengan tanda-tanda tertentu, misalnya saat berbicara tangannya digebrakkan ke meja, atau berbicara sambil merebut mik ketua sidang dsb.
        Bahasa Indonesia dikenal sebagi bahasa aglutinatif. Artinya, kosakata dalam bahasa Indonesia dapat ditempeli dengan bentuk lain, yaitu imbuhan. Imbuhan mengubah bentuk dan makna bentuk dasar yang dilekati imbuhan itu .Karena sifat itulah, imbuhan memiliki peran yang sangat penting dalam pembentukan kata bahasa Indonesia. Dengan demikian, sudah selayaknyalah, sebagai pemakainya kita memiliki pengetahuan mengenai ini.
       Kemampuan berbahasa yang baik dan benar merupakan persyaratan mutlak untuk melakukan kegiatan ilmiah karena bahas merupakan sarana komunikasi ilmiah pokok. Tanpa penguasaan tata bahasa dan kosakata yang baik akan sulit bagi seorang ilmuan untuk mengkomunikasikan gagasannya kepada pihak lain. Dengan bahasa selaku alat komunikasi, kita bukan saja menyampaikan informasi tetapi juga argumentasi, dimana kejelasan kosakata dan logika tata bahasa merupakan persyaratan utama.

B.   Rumusan Masalah
       Rumusan Masalah yang akan dibahas meliputi Peran dan Fungsi Bahasa Indonesia dalam ragam tulis.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
       Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional mempunyai fungsi khusus yaitu sebagai bahasa resmi kenegaraan, sebagai bahasa pengantar dalam dunia pendidikan, sebagai bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah, dan sebagai alat pengembangan kebudayaan, IPTEK.
       Kedudukan bahasa adalah status relatif bahasa sebagai sistem lambang nilai budaya yang dirumuskan atas dasar nilai sosial yang dihubungkan bahasa yang bersangkutan. Mengapa kedudukan bahasa Indonesia perlu dirumuskan? Perumusan kedudukan bahasa Indonesia diperlukan oleh karena perumusan itu
memungkinkan kita mengadaan pembedaan antara kedudukan bahasa Indonesia pada satu pihak dan kedudukan bahasa-bahasa lain, baik bahasa daerah yang hidup sebagai unsur kebudayaan kita maupun bahasa-bahasa asing yang dipakai di Indonesia. Kekaburan yang yang terdapat di dalam pembedaan kedudukan antara bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa lain itu bukan saja merugikan bagi perkembangan dan pembakuan bahasa Indonesia, tetapi juga dapat menyebabkan terjadinya kekacauan di dalam cara berpikir pada ana-anak kita (Suhendar dan Supinah, 1997).
       Selanjutnya, Suhendar dan Supinah (1997) mengatakan bahwa salah satu  akibat yang dapat ditimbulkan oleh kekaburan pembedaan kedudukan itu adalah mengalirnya unsur-unsur bahasa yang pada dasarnya tidak diperlukan. Sehingga, pembedaan kedudukan bahasa memungkinkan kita mengatur masuknya unsur-unsur baru dari bahasa-bahasa lain itu sedemikian rupa sehingga hanya unsur-unsur yang benar-benar dibutuhkan untuk memperkaya bahasa nasional kita sajalah yang kita terima. Namun, meniadakan sama sekali masuknya unsur-unsur bahasa lain ke dalam bahasa Indonesia tidak mungkin dilakukan karena suatu kenyataan bahwa apabila dua bahasa atau lebih dipergunakan di dalam masyarakat yang sama, maka terjadilah apa yang disebut kontak bahasa, yang mau tidak mau mengakibatkan hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi. Dengan demikian, yang perlu dilaksanakan adalah pengaturan hubungan timbal balik itu sedemikian rupa sehingga terjadi
kepincangan di dalam perkembangan bahasa yang bersangkutan, dan sehingga
masing-masing bahasa itu tetap mempertahankan identitasnya masing-masing.
       Pentingnya peranan bahasa Indonesia itu, antara lain bersumber pada ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.” Selain itu, ditetapkannya bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara pada tanggal 18 Agustus 1945, dan dinyatakan dalam UUD 1945 bab XV, pasal 36.
       Dalam Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia (Depdikbud, 1998) dinyatakan bahwa masih ada beberapa alasan lain (selain yang telah dikemukakan di atas) mengapa bahasa Indonesia menduduki tempat yang terkemuka di antara beratus-ratus bahasa Nusantara yang masing-masing amat penting bagi penuturnya sebagai bahasa ibu.  Pertama, jumlah penuturnya. Jumlah penutur bahasa Indonesia mungkin tidak sebanyak bahasa Jawa atau Sunda, tetapi jika pada jumlah itu ditambahkan penutur dwibahasawan yang menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama atau bahasa kedua, maka kedudukannya dalam jumlah penutur berbagai bahasa di Indonesia ada di peringkat pertama. Lagi pula, jumlah penutur asli bahasa Indonesia lamba-laun pasti akan bertambah. Kedua, luas penyebarannya. Bahasa Indonesia jelas tidak ada yang menandingi penyebarannya di Indonesia. Sebagai bahasa setempat, bahasa Indonesia dipakai orang di daerah pantai timur Sumatera, daerah pantai Kalimantan. Jenis kreol bahasa Melayu-Indonesia didapati di Jakarta dan sekitarnya. Sebagai bahasa kedua, tersebar dari Sabang sampai Merauke atau dari ujung barat sampai ke timur; dari pucuk utara sampai ke batas selatan negeri kita. Sebagai bahasa asing, bahasa Indonesia dipelajari dan dipakai di anatara kalangan terbatas di beberapa negara misalnya di Australia, Filipina, jepang, Korea, Rusia, India dan sebagainya. Ketiga, peranannya sebagai sarana ilmu, susastra, dan ungkapan budaya lain yang dianggap bernilai. Patokan yang ketiga ini mengingatkan kita akan seni kesusastraan yang mengagumkan yang dihasilkan dalam bahasa Jawa, Sunda, Bali, dan Minangkabau, misalnya. Akan tetapi, di samping susastra Indonesia modern yang dikembangkan olesastrawan yang beraneka ragam latar bahasanya, bahasa Indonesia pada masa kini berperan juga sebagai sarana utama, di luar bahasa asing, di bidang ilmu, teknologi, dan peradaban modern bagi manusia Indonesia.  3 - 18  Unit 3
       Menurut tiap-tiap patokan yang diajukan, bahasa Indonesia melebihi bahasa daerah yang lain. Untuk itulah, sudah sangat wajar jika bahasa Indonesia salah satu kedudukannya adalah sebagai bahasa nasional. Kedudukan sebagai bahasa nasional ini dimiliki sejak dicetuskannya Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928. 
       Dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai:
  1. Lambang kebanggaan kebangsaan;
  2. Lambang identitas nasional;
  3. Alat memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasanya masing-masing ke dalam kesatuan kebangsaan Indonesia; dan
  4. Alat perhubungan antar daerah dan antar budaya.
       Sebagai lambang kebanggaan, bahasa Indonesia mencerminkan nilai-nilai sosial budaya yang mendasari rasa kebangsaan kita. Dengan melalui bahasa nasionalnya, bangsa Indonesia menyatakan harga diri dan nilai-nilai budaya yang dijadikan pegangan hidup. Atas dasar kebanggaan ini, bahasa Indonesia  perlu kita pelihara dan kita kembangkan pemakaiannya. Sebagai lambang identitas nasional, bahasa Indonesia kita junjung di samping bendera dan negara kita. Di dalam melaksanakan fungsi ini bahasa Indonesia tentulah harus memiliki identitasnya sendiri pula, sehingga ia seraasi dengan lambang kebangsaan kita yang lain. Bahasa Indonesia dapat memiliki identitasnya sendiri hanya apabila masyarakat pemakainya membina dan mengembangkannya sedemikian rupa sehingga ia bersih dari unsur-unsur bahasa lain, terutama bahasa asing.
       Sebagai alat yang memungkinkan penyatuan berbagai-bagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan yang bulat, bahasa Indonesia memungkinkan berbagai-bagai suku bangsa itu mencapai keserasian hidup sebagai bangsa yang bersatu dengan tidak perlu meninggalkan identitas kesukuan dan kesetiaan kepada nilai-nilai sosial budaya serta latar belakang bahasa daerah yang bersangkutan. Bahkan, dengan bahasa nasional kita, kita dapat meletakkan kepentingan nasional jauh di atas kepentingan daerah atau golongan.
       Fungsi keempat bahasa Indonesia dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional adalah bahasa Indonesia sebagai alat perhubungan antar daerah dan antar budaya. Berkat adanya bahasa nasional kita, kita dapat berhubungan satu dengan yang lain sedemikian rupa sehingga kesalahfahaman sebagai akibat perbedaan latar belakang sosial budaya dan bahasa dapat dihindari. Dengan demikian, fungsi keempat ini, latar belakang sosial budaya dan latar belakang kebahasaan yang berbeda-beda tidak akan menghambat adanya perhubungan antar daerah dan antar budaya (Suhendar dan Supinah, 1997).
       Dalam UUD 1945 bab XV, pasal 36, telah ditetapan Bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara. Dengan demikian, selain berkedudukan sebgai bahasa nasional, bahasa Indonesia juga berkedudukan sebagai bahasa negara. Dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa Indonesia berfungsi sebagai
berikut.
  1. Bahasa resmi kenegaraan
            Dalam kaitannya dengan fungsi ini bahasa Indonesia dipergunakan dalam adminstrasi kenegaraan, upacara atau peristiwa kenegaraan baik secara lisan maupun dalam bentuk tulisan, komunikasi timbal-balik antara pemerintah dengan masyarakat. Dokumen-dokumen dan keputusan-keputusan serta surat-menyurat yang dikeluarkan oleh pemeritah dan badanbadan kenegaraan lain seperti DPR dan MPR ditulis di dalam bahasa Indonesia. Pidato-pidato, terutama pidato kenegaraan, ditulis dan diucapkan di dalam bahasa Indonesia. Demikian halnya dengan pemakaian bahasa Indonesia oleh warga masyarakat kita di dalam hubungannya dengan upacara, peristiwa, dan kegiatan kenegaraan.
       Suhendar dan Supinah (1997) menyatakan bahwa untuk melaksanakan fungsinya sebagai bahasa resmi kenegaraan dengan sebaik-baiknya, pemakaian bahasa Indonesia di dalam pelaksanaan adminstrasi pemerintahan perlu senantiasa dibina dan dikembangkan, penguasaan bahasa Indonesia perlu dijadikan salah satu faktor yang menentukan di dalam pengembangan ketenagaan seperti penerimaan karyawan baru, kenaikan pangkat baik sipil maupun militer, dan pemberian tugas-khusus baik di dalam maupun di luar negeri.
     2.    Bahasa pengantar dalam dunia pendidikan  3 - 20  Unit 3
Sebagai bahasa pengantar, bahasa Indonesia dipergunakan di lembaga-lembaga pendidikan baik formal atau nonformal, dari tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi.  Masalah pemakaian bahasa Indonesia sebagai satu-satunya bahasa pengantar di segala jenis dan tingkat pendidikan di seluruh Indonesia, menurut Suhendar dan Supinah (1997), masih merupakan masalah yang meminta perhatian. 

   3.    Bahasa resmi untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan nasional serta kepentingan pemerintah
       Dalam hubungannya dengan fungsi ini, bahasa Indonesia tidak hanya dipakai sebagai alat komunikasi timbal-balik antara pemerintah dengan masyarakat luas atau antar suku, tetapi juga sebagai alat perhubungan di dalam masyarakat yang keadaan sosial budaya dan bahasanya sama.
 
4.    Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi
       Dalam kaitan ini, bahasa Indonesia adalah satu-satunya alat yang memungkinkan kita membina serta mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki identitasnya sendiri, yang membedakannya dengan bahasa daerah. Dalam pada itu untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, baik dalam bentuk penyajian pelajaran, penulisan buku atau penerjemahan, dilakukan dalam bahasa Indonesia. Dengan demikian masyarakat bangsa kita tidak tergantung sepenuhnya kepada bangsa-bangsa asing di dalam usahanya untuk mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern serta untuk ikut serta dalam usaha pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Terkait dengan hal itu, Suhendar dan Supinah (1997) mengemukakan bahwa bahasa Indonesia adalah atu-satunya alat yang memungkinkan kita membina serta mengembangkan kebudayaan nasional sedemikian rupa sehingga ia memiliki ciri-ciri dan identitasnya sendiri, yang membedakannya dari kebudayaan daerah.


DAFTAR PUSTAKA


Depdikbud. 1988. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka
Keraf, Gorys. 1978. Tata Bahasa Indonesia. Ende-Flores: Nusa Indah
Suhendar dan Supinah, Pien. 1997. Seri Materi Kuliah MKDU: Bahasa
Indonesia (Kebahasaan). Bandung: Pionir Jaya
Zuchdi, Darmiati dan Budiasih. 1997. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
di Kelas Rendah. Jakarta: Depdikbud
http://ai3.itb.ac.id/~basuki/usdi/TPB-kuliah/materi/…/tatatuliskaryailmiah.ppt

http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/06/agus_buku_ajar.pdf

Surat Lamaran & Daftar Riwayat Hidup

Surat Lamaran

Depok, 22 Agustus 2000

Kepada Yth.
Kepala Laboratorium (--)
Universitas Gunadarma
Jl.Akses UI Kelapa Dua
Depok

Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama                                       : DK
Tempat/Tanggal Lahir             : Bogor, 22 Agustus 1993
Kelas                                       : 3ID01
NPM                                       : 32411119
Fakultas/Jurusan                      : Teknologi Industri/S1 Teknik Industri

Berdasarkan informasi yang saya terima dari Studentsite bahwa Laboratorium (---) membutuhkan asisten. Bersama ini saya menyampaikan surat lamaran untuk menjadi asisten Laboratorium (---) Universitas Gunadarma.

Sebagai bahan pertimbangan, saya melampirkan:
1.        Daftar Riwayat Hidup/Curriculum Vitae
2.        Satu buah pas foto 4x6
3.        Printout Nilai Lokal, Nilai Utama dan Rangkuman Nilai
4.        Fotokopi Sertifikat Seminar di Universitas Gunadarma

Demikian surat lamaran ini yang saya buat, besar harapan saya akan terkabulnya permohonan ini dan diberikan kesempatan untuk bergabung di Laboratorium (---). Atas perhatian Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.

Hormat saya,


DK

Daftar Riwayat Hidup

DAFTAR RIWAYAT HIDUP


DATA PRIBADI

Nama                                       : DK
Tempat, Tanggal Lahir            : Bogor, 22 Agustus 1993
Jenis Kelamin                          : Laki-laki
Agama                                     : Islam
Alamat Rumah                        : Perumahan Harum Wangi, Kec. Melati, Bogor 16320.
Kebangsaan                             : Indonesia
Status                                      : Belum Menikah
HP                                           : 0878*******
Alamat Email                          : yohoho@yahoo.com


LATAR BELAKANG PENDIDIKAN:

A.      PENDIDIKAN FORMAL
1998-1999       : TK Kasih, Cinyosog
1999-2005       : SD Negeri 01 Dayeuh
2005-2008       : SMP Negeri 05 Cipenjo
2008-2011       : SMA Negeri 02 Leuwi Nutuk
2011-sekarang : S1 Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma


B.       PENDIDIKAN NONFORMAL
1999-2009       : Kursus Guitar Pro,

SEMINAR
“Peran Sistem Manufaktur dalam Pengembangan Industri di Indonesia” diselenggarakan oleh
Program Studi Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Gunadarma Tahun 2012 sebagai peserta.”

Contoh Laporan Ilmiah

BAB I
PENDAHULUAN


1.1        Latar Belakang
Pada tingkat unit terkecil dalam perusahaan industri, peningkatan produktivitas akan difokuskan pada karyawan atau operator kerja. Sehingga setiap karyawan atau operator kerja dituntut untuk melakukan pekerjaannya semaksimal mungkin dan waktu yang senormal mungkin. Berbicara mengenai pekerjaan dan produktivitas, maka tidak lepas dari masalah waktu dan operator kerja, dimana keduanya terdapat korelasi yang akurat.
Pada dasarnya, karyawan atau operator kerja yang bekerja masing-masing memiliki tingkat kemampuan berbeda-beda. Sebagian dapat bekerja di atas normal, normal, bahkan ada pula yang tidak normal. Oleh sebab itu, untuk menentukan tingkat kinerja operator kerja tersebut maka perlu dilakukan pengukuran waktu kerja. Terdapat dua cara dalam pengukuran waktu kerja, yakni dengan menggunakan suatu metode pengukuran langsung dan tidak langsung. Metode jam henti merupakan salah satu bagian dari pengukuran waktu kerja langsung, digunakan untuk mengukur kinerja operator atau sering disebut dengan performance rating.
Pada modul ini, dilakukan pengambilan data guna mengukur peringkat kinerja operator dalam pembuatan gantungan handphone sebanyak 30 unit. Pengukuran kinerja operator tersebut antara lain dilakukan dengan mencari waktu siklus, waktu normal, dan waktu baku. Serta memperhatikan faktor kelonggaran berdasarkan rasa fatigue, kelonggaran untuk kebutuhan pribadi, dan kelonggaran untuk hambatan yang tak terhindarkan. Pada pembuatan produk gantungan handphone ini dilakukan oleh seorang operator, dimana dalam pembuatannya operator diukur waktu kerjanya oleh rater dan timer. Alasan dibuatnya gantungan handphone adalah karena proses pembuatannya yang relatif mudah, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama dalam proses pembuatannya. Selain itu biaya bahan baku pembuatan produk tersebut tergolong murah.
1.2       Perumusan Masalah
Masalah yang ingin dibahas dalam laporan ini adalah bagaimana mengukur peringkat kinerja operator dalam pembuatan gantungan handphone serta apakah rater sudah memenuhi syarat untuk menjadi seorang rater.
   
1.3       Pembatasan Masalah
Tujuan dibuatnya pembatasan masalah ini adalah agar pokok pembahasan tidak menyimpang dari laporan akhir modul peringkat kinerja operator ini. Berikut ini adalah pembatasan masalah dari modul peringkat kinerja operator:
1.      Pengambilan data dilakukan pada tanggal 4 maret 2011, pukul 08.30-11.00 WIB.
2.      Pengambilan data dilakukan di Laboratorium Analisis Perancangan Kerja dan Ergonomi di Kampus E Gedung 4 lantai 1.
3.      Produk yang dibuat adalah berupa gantungan handphone sebanyak 30 unit.
4.      Pengukuran waktu pembuatan produk dilakukan oleh timer dan rater.
5.      Metode penyesuaian yang digunakan adalah metode Shumard dan metode Weshinghouse.

1.4       Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini dibuat untuk menjawab kesimpulan pada akhir laporan ini. Adapun tujuan penulisan tersebut antara lain adalah:
1.      Mengetahui uji keseragaman data operator 1 dan operator 2 pada pembuatan gantungan handphone.
2.      Mengetahui uji kecukupan data operator 1 dan operator 2 pada pembuatan gantungan handphone.
3.      Mengetahui waktu baku, waktu siklus, dan waktu normal dari operator 1 dan operator 2 pada pembuatan gantungan handphone.
4.      Mengetahui kinerja operator 1 dan operator 2 pada pembuatan gantungan handphone.
5.      Mengetahui kinerja rater 1 dan rater 2 pada pembuatan gantungan handphone.
6.      Mengetahui layout operator 1 dan operator 2 pada pembuatan gantungan handphone.

1.5       Sistematika Penulisan
Laporan akhir ini dilengkapi dengan sistematika penulisan yang bertujuan agar lebih mudah dipahami serta tersusun secara sistematis. Sistematika penulisan dalam laporan ini adalah sebagai berikut.
BAB I    PENDAHULUAN
Pendahuluan menjelaskan hal-hal yang melatarbelakangi pentingnya mempelajari peringkat kinerja operator serta manfaat dan kegunaan mempelajari hal tersebut di dalam dunia kerja. Perumusan masalah digunakan untuk mengidentifikasi masalah yang ingin diselesaikan, Pembatasan masalah dibuat agar pembahasan tidak keluar dari batas-batas yang ditentukan. Serta tujuan mempelajari masing-masing modul yang diberikan. Bab ini juga berisi tentang sistematika dari penulisan laporan akhir ini.
BAB II   LANDASAN TEORI
Bab ini berisi mengenai teori-teori sebagai referensi dalam penulisan laporan akhir ini. Referensi tersebut diambil dari berbagai macam sumber guna melengkapi penulisan ini.
BAB III PENGUMPULAN DATA
Bab ini berisi mengenai flowchart pengambilan data produk, alat dan bahan yang digunakan. Flowchart tersebut menjelaskan tentang proses pengumpulan data dari awal hingga akhir.
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA
Bab ini berisi mengenai deskripsi produk baik kekurangan maupun kelebihannya, kegunaan produk. Selain itu bab ini juga menjelaskan mengenai pengolahan data peringkat kinerja operator serta analisis.
BAB V   KESIMPULAN DAN SARAN
                 Bab ini berisi mengenai kesimpulan dari pembahasan-pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya yang merupakan jawaban dari tujuan penulisan ini. Selain itu bab ini juga berisi saran-saran yang bersifat membangun yang kiranya diperlukan.



BAB II
LANDASAN TEORI


2.1       Pengukuran Kerja Operator
Pengukuran kerja operator adalah aktifitas untuk menilai dan mengevaluasi kecepatan operator. Tujuanya adalah untuk menormalkan waktu kerja yang disebabkan oleh ketidakwajaran. Pengukuran waktu kerja adalah usaha untuk menentukan lama kerja yang dibutuhkan seorang operator terlatih dan qualified dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang spesifik pada tingkat kecepatan kerja yang normal dalam lingkup kerja yang terbaik pada saat itu (gerradoke.blogspot.com).
Penelitian kerja analisa metode kerja pada dasarnya akan memusatkan perhatian pada suatu macam pekerjaan yang akan diselesaikan. Pekerjaan dikatakan selesai secara efisien apabila waktu penyelesaiannya berlangsung paling singkat. Pengukuran waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha-usaha dalam menetapkan waktu baku yang dipergunakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Singkatnya pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara jalur manusia yang dikonstribusikan dengan unit output yang dihasilkan (Sritomo, 1992).

2.2       Penyesuaian Waktu dengan Rating Performance Kerja
            Barangkali bagian yang paling penting tetapi justru yang paling sulit didalam pelaksanaan pengukuran kerja adalah kegiatan evaluasi kecepatan atau tempo kerja operator pada saat pengukuran kerja berlangsung. Kecepatan, usaha, tempo, ataupun performance kerja semuanya akan menunjukkan kecepatan gerakan operator pada saat bekerja. Aktifitas untuk menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja operator ini dikenal sebagai “Rating Performance”. Secara umum kegiatan rating ini dapat didefinisikan sebagai “a process during which the time study analyst compare yhe performance (speed or tempo) of the operator under observation with the opserver’s own concept of normal performance” (Sritomo, 1992).
            Umumnya dalam pelaksanaan pengukuran kerja dilakukan terlebih dahulu pembagian operasi menjadi elemen-elemen kerja dan mengukur masing-masing elemen kerja tersebut. Pemecahan operasi menjadi elemen-elemen kerja perlu dilakukan dengan alasan-alasan sebagai berikut (Sutalaksana, 2006):
1.        Menggambarkan suatu operasi adalah dengan membagi kedalam elemen-elemen kerja yang lebih utama dan mempu untuk diukur dengan mudah secara terpisah.
2.        Besarnya waktu baku bisa ditetapkan berdasarkan elemen-elemen pekerjaan yang ada.
3.        Dapat menganalisa waktu baku yang berlebihan untuk tiap-tiap elemen yang ada.
4.        Operator akan bekerja pada tempo yang berbeda pada setiap siklus kerja berlangsung.
Kegiatan pelaksanaan kerja, kegiatan evaluasi kecepatan, dan waktu kerja operator merupakan bagian paling penting dan paling sulit dalam pelaksanaan pengukuran kinerja operator saat kegiatan berlangsung. Kecepatan, usaha, jarak, ataupun kinerja kerja lainnya akan memberikan kecepatan gerakan operator pada saat bekerja. Aktivitas untuk menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja operator dikenal sebagai peringkat kinerja (Sutalaksana).
Peringkat kinerja ini dilakukan dengan harapan waktu kerja yang diukur dapat dinormalkan kembali. Ketidaknormalan dari waktu kerja diakibatkan kerja operator yang kurang wajar atau bekerja dalam waktu yang tidak semestinya. Penormalan waktu kerja yang diperoleh dari hasil pengamatan dilakukan dengan mengadakan penyesuaian menggunakan Tabel 2.1 (Sutalaksana, 2006).
Tabel 2.1 Penormalan Waktu Kerja
Nilai Kerja
Keterangan
P > 1 atau P > 100%
Operator dinyatakan bekerja terlalu cepat
P < 1 atau P < 100%
Operator dinyatakan bekerja terlalu lambat
P = 1 atau P = 100%
Operator dinyatakan bekerja secara normal atau wajar
2.3       Peringkat Kinerja dengan Metoda Peringkat Kecepatan
            Dalam praktek kemampuan kerja, metode penetapan peringkat kinerja kerja operator didasarkan pada suatu faktor tunggal yaitu kecepatan operator atau tempo operator. Sistem ini dikenal sebagai peringkat kinerja atau peringkat kecepatan yang umumnya dinyatakan dalam persen atau angka desimal, dimana kinerja tidak normal sama dengan 100% atau 0,01. Penetapan besar kecilnya angka akan dilakukan oleh analisis studi waktu sendiri, sehingga untuk itu dibutuhkan pengalaman yang cukup didalam mengevaluasi kerja yang ditunjukan operator. Pelatihan analisis studi waktu agar bisa merating secara tepat, manggunakan Time Study Rating Film (TSRF) yang diproduksi TSRF menggambarkan suasana yang ada dikantor, laboratorium operasi dan manufaktur. Dalam film ini digambarkan situasi-situasi kerja dari operator yang mengerjakan elemen kerja yang sama dengan berbagai kecepatan kerja yang berlainan. Analisa studi waktu akan dilatih untuk mengamati situasi kerja ini kemudian diharapkan memberikan penilaian kinerja secara langsung dari operator yang dilihat (Eko Nurmiyanto, 1991).
Apabila penyimpangan penilaian yang dibuat tidak lebih dari 5% dari yang sebenarnya maka bisa diartikan bahwa analis studi waktu tersebut dapat mampu melaksanakan penilaian kinerja secara langsung. Faktor peringkat sebenarnya pada dasarnya diaplikasikan untuk menormalkan waktu kerja yang diperoleh dari pengukuran kerja akibat tempo atau kecepatan operator yang berubah-ubah. Untuk maksud ini, waktu normal dapat diperoleh dari rumus berikut (Eko, Nurmiyanto, 1991):
 

                  

2.4       Melakukan Perhitungan Waktu Baku
            Jika pengukuran-pengukuran telah selesai, yaitu semua data yang didapat memiliki keseragaman yang dikehendaki yang diinginkan, maka selesailah kegiatan pengukuran waktu. Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga memberikan waktu baku (Sutalaksana, 2006).
            Waktu baku didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi satu unit kegiatan kerja, (Overseas Tehnical Opertioan Departement, 1988). Pengukuran-pengukuran, jika semua data telah didapat memiliki keseragaman yang diinginkan, maka selesailah kegiatan pengukuran waktu. Langkah-langkah yang diterapkan untuk mendapatkan waktu baku dari hasil data yang telah didapat, yaitu (Sutalaksana, 2006):
1.        Menghitung waktu siklus rata-rata.
Waktu siklus merupakan jumlah tiap-tiap elemen job.
Dimana:
            = Jumlah waktu penyelesaian yang teramati
      N              = Jumlah pengamatan yang dilakukan
2.        Menghitung Waktu Normal.
Waktu normal merupakan waktu penyelesaian pekerjaan yang diselesaikan oleh pekerja dalam kondisi wajar dan berkemampuan kerja rata-rata.
Dimana:
Ws            = Waktu siklus
P               = Faktor penyesuaian
Faktor penyesuaian (P) diperhitungkan jika pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar. Sehingga, hasil perhitungan waktu perlu disesuaikan atau dinormalkan terlebih dahulu untuk mendapatkan waktu siklus rata-rata yang wajar. Operator bekerja dengan wajar berarti memiliki faktor penyesuaian sama dengan satu (P=1), artinya waktu siklus rata-rata sudah normal. Jika bekerja terlalu lambat maka untuk menormalkan pengukur harus memberi harga P1 dan sebaliknya P1, jika dianggap bekerja terlalu cepat.

3.       Menghitung Waktu Baku .
Waktu baku, yaitu merupakan waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh pekerja normal untuk menyelesaikan pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik saat itu.
Dimana:
Wn      = Waktu normal
1          = Kelonggaran (allowance) yang dihasilkan pekerja untuk
menyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal.
            Kelonggaran ini diberikan untuk hal-hal seperti kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatigue dan gangguan-gangguan yang mungkin terjadi yang tidak dapat dihindarkan oleh pekerja. Umumnya kelonggaran dinyatakan dalam persen dari waktu normal.

            2.5       Kelonggaran
Penentuan waktu baku dilakukan hanya dengan menjalankan beberapa kali pengukuran dan perhitungan rata-ratanya. Jumlah pengukuran yang cukup dan penyusun satu hal lain yang kerap kali terlupakan adalah menambah kelonggaran atas waktu normal yang telah didapatkan. Kelonggaran diberikan untuk tiga hal, yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatigue dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat, ataupun dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan. Ketiga hal kelonggaran tersebut akan dijelaskan seperti berikut ini, yaitu (Sutalaksana, 2006):
1.        Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
Kelonggaran kebutuhan pribadi di sini adalah hal-hal seperti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, dan bercakap-cakap. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejemuan dalam bekerja.
Kebutuhan-kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak misalnya, seorang pekerja diharuskan bekerja dengan rasa dahaga atau melarang pekerja untuk sama sekali tidak bercakap-cakap sepanjang jam-jam kerja. Larangan demikian tidak saja merugikan pekerja, tetapi juga merugikan perusahaan. Kondisi demikian pekerja tidak akan dapat bekerja dengan baik bahkan hampir dapat dipastikan produktifitasnya menurun.
Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti itu berbeda-beda dari satu pekerja ke pekerja lainnya, karena setiap pekerja memiliki karakteristik dan tuntutan yang berbeda. Peneliti yang khusus perlu dilakukan untuk  menentukan besarnya kelonggaran ini secara tepat seperti dengan sampling pekerjaan. Berdasarkan penelitian ternyata besarnya kelonggaran bagi pekerja pria berbeda dengan pekerja wanita. Pekerjaan-pekerjaan ringan pada kondisi-kondisi normal pria memerlukan 2-2,5% dan wanita 5% (persentase ini adalah dari waktu normal).
2.        Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatigue
Rasa fatigue tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitas. Salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat di saat-saat hasil produksi menurun. Masalahnya adalah kesulitan dalam menentukan saat-saat menurunnya hasil produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatigue, karena masih banyak kemungkinan lain yang dapat menyebabkannya.
Rasa fatigue telah datang dan pekerja harus bekerja, maka untuk menghasilkan performance normalnya, usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal yang akan menambah rasa fatigue. Hal ini berlangsung terus pada akhirnya akan terjadi fatigue total. Artinya adalah jika anggota badan yang bersangkutan sudah tidak dapat melakukan gerakan kerja sama sekali walaupun sudah dikehendaki. Hal demikian jarang terjadi, karena berdasarkan pengalamannya, pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa. Selambat-lambatnya gerakan kerja ditunjukan untuk menghilangkan rasa fatigue.
3.        Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tak terhindarkan.
Berdasarkan pelaksanaan pekerjaan, pekerja tidak akan lepas dari berbagai hambatan. Terdapat hambatan yang dapat dihindarkan, seperti mengobrol yang berlebihan dan menganggur. Hambatan yang tidak dapat dihindarkan, yaitu jika berada di luar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya. Hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan selain menghilangkannya. Penyebab perlunya diperhitungkan dalam perhitungan waktu baku. Beberapa contoh yang termasuk ke dalam hambatan tak terhindarkan adalah:
a.     Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.
b.    Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin.
c.     Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti, mengganti alat potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas, dan sebagainya.
d.    Memasang peralatan potong.
e.     Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.

2.6       Tingkat Ketelitian, Tingkat Keyakinan dan Pengujian Keseragaman
            Berbicara tentang tingkat ketelitian, dan pengujian keseragaman data, sebenarnya adalah pembicaraan tentang pengertian statistik. Karena untuk memahaminya secara mendalam, diperlukan beberapa pengetahuan statistik. Tetapi yang dikemukakan pada pasal ini adalah pembahasan kearah pengertian yang diperlukan dengan cara-cara sederhana (Sutalaksana, 1979).
1.        Tingkat kepercayaan dan Tingkat Keyakinan
Yang dicari dengan melakukan pengukuran-pengukuran ini adalah waktu yang sebenarnya dibutuhkan un tuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Karena waktu penyelesaian ini tidak pernah diketahui sebelumnbya maka harus diadakan pengukuran-pengukuran. Idealnya tentu dilakukan pegukuran-pengukuran yang sangat banyak (sampai tak terhingga), karena dengan demikian diperoleh jawaban yang pasti. Tetapi hal ini tidak mungkin karena keterbatasan waktu, tenaga dan tentunya biaya. Namun sebaliknya jika tidak dilakukan beberapa kali pengukuran saja, maka dapat diduga hasilnya sangat besar. Sehingga yang diperlikan adalah jumlah pengukuran yang tidak membebankan waktu, tenaga dan biaya yang besar tetapi hasilnya tidak dapat dipercaya. Jadi walapun jumlah pengukuran tidak berjuta kali, tetapi jelas tidak hanya beberapa kali saja (Sutalaksana, 1979).
Dengan tidak dilakukannya pengukuran yang banyak sekali, pengukuran akan kehilangan sebagian kepastian akan ketetapan atau rata-rata waktu penyelesaian yang sebenarnya. Hal ini harus disadari oleh pengukur bahwa tingkat ketelitian dan tingkat kepercayaan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak.
Tingkat ketelian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen. Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukuran bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Tingkat kepercayaan pun dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 5% dan tingkat kepercayaan 95% memberi arti bahwa pengukuran membolehka hasil pengukuranya menyimpang sejauh 5% dari rata-rata sebenarnya, dan kemungkinan berhasil mendapatkan kepercayaan ini adalah 95%. Dengan kata lain, jika pengukuran sampai memperoleh rata-rata penmgukuran yang menyimpang lebih dari 5%, hal ini dibolehkan hanya dengan kemungkinan 5% (=100%-95%) (Sutalaksana, 1979).
2.        Pengujian Keseragaman Data
Sekarang dapat dilihat beberapa hal yang berhubung dengan pengujian keseragaman data. Secara teoritis yang dilakukan dalam pengujian ini adalah berdasarkan teori-teori statistik tentang peta kerja kontrol ysng biasanya digunakan dalam melakukan pengendalian kualitas di pabrik atau tempat-tempat kerja lain (Sutalaksana, 1979).

2.7       Penyesuaian
            Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan, dll. Penyebab di atas dapat mempengaruhi kecepatan kerja. Kecepatan yang terlalu singkat atau terlalu panjangnya waktu penyelesaian. Hal ini tidak diinginkan karena waktu baku adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja secara wajar (Sutalaksana, 2006).
            Terdapat 4 metode penyesuaian yaitu metode Shumard, metode Westinghouse, metode persentase, metode Bedaux dan Sintesa. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing metode tersebut (Sutalaksana, 2006):
1.        Metode Shumard
Memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas kinerja kerja dengan setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri. Disini pengukur diberi patokan untuk menilai performansi kerja operator menurut kelas-kelas superfast, fast+, fast, fast-, excellent, dan seterusnya. Berikut ini adalah tabel penyesuaian menurut cara Shumard.
                                               Tabel 2.2 Penyesuaian Shumard
Kelas
Penyesuaian
Superfast
Fast +
Fast
Fast –
Excellent
Good +
Good
Good –
Normal
Fair +
Fair
Fair –
Poor
100
95
90
85
80
75
70
65
60
55
50
45
40
2.        Metode Westinghouse
Mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran. Keempat faktor tersebut adalah keterampilan, usaha, kondisi kerja, dan konsistensi. Setiap faktor terbagi dalam kelas-kelas dengan nilainya masing-masing. Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Usaha adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Kondisi kerja adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, suhu, dan kebisingan ruangan. Konsistensi adalah salah satu faktor yang harus diperhatikan karena pada pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama. Berikut ini adalah tabel penyesuaian menurut cara Westinghouse.
Tabel 2.3 Penyesuaian Westinghouse
Faktor
Kelas
Lambang
Penyesuaian
Keterampilan
Superskill

Excellent

Good

Average
Fair

Poor
A1
A2
B1
B2
C1
C2
D
E1
E2
F1
F2
+ 0,15
+ 0,13
+ 0,11
+ 0,08
+ 0,06
+ 0,03
   0,00
-  0,05
-  0,10
-  0,16
-  0,22
Usaha
Excessive

Excellent

Good

Average
Fair

Poor

A1
A2
B1
B2
C1
C2
D
E1
E2
F1
F2
+ 0,13
+ 0,12
+ 0,10
+ 0,08
+ 0,05
+ 0,02
   0,00
-  0,04
-  0,08
-  0,12
-  0,17
Kondisi Kerja
Ideal
Excellenty
Good
Average
Fair
Poor
A
B
C
D
E
F
+ 0,06
+ 0,04
+ 0,02
   0,00
-  0,03
-  0,07
Konsistensi
Perfect
Excellenty
Good
Average
Fair
Poor
A
B
C
D
E
F
+ 0,04
+ 0,03
+ 0,01
   0,00
-  0,02
-  0,04

3.        Metode persentase
Metode ini besarnya faktor penyesuaian sepenuhnya ditentukan oleh  melalui pengamatannya selama melakukan pengukuran. Jadi sesuai dengan pengukuran dia menentukan harga p yang menurut pendapatnya akan menghasilkan waktu normal bila harga ini dikalikandengan waktu siklus.
4.        Metode Bedaux dan Sintesa
Cara Bedaux tidak banyak berbeda dengan cara Shumard, hanya saja nila-nilai pada cara Bedaux dinyatakan dalam “B” (huruf pertama Bedaux, penemunya) seperti misalnya 60 B atau 70 B. Sedangkan cara Sintesa sedikit berbeda dengan cara-cara lain, dimana dalam cara ini waktu penyelesaian setiap elemen gerakan dibandingkan dengan harga-harga yang diperoleh dari tabel-tabel data waktu gerakan, untuk kemudian dihitung harga rata-ratanya. Harga rata-rata yang dinilai sebagai faktor penyesuaian bagi satu siklus yang bersangkutan. Misalkan waktu penyelesaian untuk elemen-elemen pekerjaan pertama, kedua dan ketiga bagi suatu siklus adalah 17, 10 dan 32 detik. Dari tabel-tabel data waktu gerakan didapat untuk elemen-elemen yang sama masing-masing 12, 12 dan 29 detik. Yang berbeda adalah pada elemen-elemen kedua dan ketiga. Maka untuk elemen-elemen ini perbandingannya adalah 12/10 dan 29/32, rata-ratanya yaitu 1,05 adalah faktor penyesuaian untuk ketiga elemen pekerjaan tersebut atau untuk seluruh siklus yang bersangkutan.

 BAB III
METODE PENGAMBILAN DATA


3.1       Flowchart Pengambilan Data
Flowchart pengambilan data merupakan alat yang bisa membantu untuk menyelesaikan masalah-masalah yang telah teridentifikasi. Flowchart ini digunakan untuk menjelaskan tahap-tahap pengambilan data pada modul peringkat kinerja operator. Berikut ini adalah diagram pengambilan data untuk penulisan ini:
Gambar 3.1 Flowchart Pengambilan Data
3.2       Penjelasan Flowchart Pengambilan Data
Langkah awal yang dilakukan yaitu menentukan produk, dimana produk tersebut ditentukan oleh asisten pembimbing. Langkah selanjutnya adalah mempersiapkan alat dan bahan yang telah disediakan oleh asisten pembimbing. Selanjutnya memilih operator, timer, dan rater untuk melakukan pembuatan produk berupa gantungan handphone. Selanjutnya melakukan perancangan layout supaya mempermudah kinerja operator. Setelah layout yang dirancang sudah sesuai, kemudian langkah berikutnya adalah operator melakukan pelatihan dalam pembuatan produk gantungan handphone yang dibimbing oleh asisten pembimbing. Jika operator belum bisa atau belum menguasai pembuatan produk, maka operator melakukan pelatihan pembuatan produk kembali. Setelah operator benar-benar menguasai atau sudah bisa membuat produk tersebut, maka dilanjutkan dengan pembuatan produk itu sendiri dengan dilakukan pengukuran waktu kerja oleh timer dan rater.
Produk yang dibuat adalah sebanyak 30 unit, apabila produk yang dibuat tidak sama dengan 30 unit maka dilakukan pembuatan produk hingga terpenuhi. Jika pembuatan produk yang dibuat telah tercukupi maka pembuatan produk dinyatakan telah selesai. Setelah itu kemudian merapihkan peralatan yang digunakan dalam pembuatan produk.

3.3       Alat dan Bahan yang Digunakan
            Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan alat dan bahan yang mempunyai fungsi dan kegunan masing-masing. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan produk gantungan handphone adalah sebagai berikut:
1.      Alat tulis, digunakan untuk mencatat waktu pembuatan produk.
2.      Stopwatch, digunakan untuk mengukur waktu kerja operator pada pembuatan produk untuk satu satuan produk.
3.      Meteran, digunakan untuk mengukur jarak antara operator dengan media seperti alat dan bahan untuk pembuatan produk.
4.      Jangka, digunakan untuk melubangi komponen ”love” pada pembuatan produk.
5.      Tang, digunakan untuk menjepit bagian komponen gantungan supaya mempermudah proses perkitan komponen ”love” dengan komponen gantungan.
6.      Gantungan, adalah salah satu bahan yang merupakan inti dari produk gantungan handphone.
7.      Tali gantungan, digunakan sebagai bahan gantungan itu sendiri pada produk gantungan handphone.
8.      Plastik, digunakan sebagai kemasan pembungkus produk.
9.      Kawat emas, digunakan untuk mengikat kemasan produk supaya rapat.