Jumat, 29 November 2013

Contoh Laporan Ilmiah

BAB I
PENDAHULUAN


1.1        Latar Belakang
Pada tingkat unit terkecil dalam perusahaan industri, peningkatan produktivitas akan difokuskan pada karyawan atau operator kerja. Sehingga setiap karyawan atau operator kerja dituntut untuk melakukan pekerjaannya semaksimal mungkin dan waktu yang senormal mungkin. Berbicara mengenai pekerjaan dan produktivitas, maka tidak lepas dari masalah waktu dan operator kerja, dimana keduanya terdapat korelasi yang akurat.
Pada dasarnya, karyawan atau operator kerja yang bekerja masing-masing memiliki tingkat kemampuan berbeda-beda. Sebagian dapat bekerja di atas normal, normal, bahkan ada pula yang tidak normal. Oleh sebab itu, untuk menentukan tingkat kinerja operator kerja tersebut maka perlu dilakukan pengukuran waktu kerja. Terdapat dua cara dalam pengukuran waktu kerja, yakni dengan menggunakan suatu metode pengukuran langsung dan tidak langsung. Metode jam henti merupakan salah satu bagian dari pengukuran waktu kerja langsung, digunakan untuk mengukur kinerja operator atau sering disebut dengan performance rating.
Pada modul ini, dilakukan pengambilan data guna mengukur peringkat kinerja operator dalam pembuatan gantungan handphone sebanyak 30 unit. Pengukuran kinerja operator tersebut antara lain dilakukan dengan mencari waktu siklus, waktu normal, dan waktu baku. Serta memperhatikan faktor kelonggaran berdasarkan rasa fatigue, kelonggaran untuk kebutuhan pribadi, dan kelonggaran untuk hambatan yang tak terhindarkan. Pada pembuatan produk gantungan handphone ini dilakukan oleh seorang operator, dimana dalam pembuatannya operator diukur waktu kerjanya oleh rater dan timer. Alasan dibuatnya gantungan handphone adalah karena proses pembuatannya yang relatif mudah, sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama dalam proses pembuatannya. Selain itu biaya bahan baku pembuatan produk tersebut tergolong murah.
1.2       Perumusan Masalah
Masalah yang ingin dibahas dalam laporan ini adalah bagaimana mengukur peringkat kinerja operator dalam pembuatan gantungan handphone serta apakah rater sudah memenuhi syarat untuk menjadi seorang rater.
   
1.3       Pembatasan Masalah
Tujuan dibuatnya pembatasan masalah ini adalah agar pokok pembahasan tidak menyimpang dari laporan akhir modul peringkat kinerja operator ini. Berikut ini adalah pembatasan masalah dari modul peringkat kinerja operator:
1.      Pengambilan data dilakukan pada tanggal 4 maret 2011, pukul 08.30-11.00 WIB.
2.      Pengambilan data dilakukan di Laboratorium Analisis Perancangan Kerja dan Ergonomi di Kampus E Gedung 4 lantai 1.
3.      Produk yang dibuat adalah berupa gantungan handphone sebanyak 30 unit.
4.      Pengukuran waktu pembuatan produk dilakukan oleh timer dan rater.
5.      Metode penyesuaian yang digunakan adalah metode Shumard dan metode Weshinghouse.

1.4       Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini dibuat untuk menjawab kesimpulan pada akhir laporan ini. Adapun tujuan penulisan tersebut antara lain adalah:
1.      Mengetahui uji keseragaman data operator 1 dan operator 2 pada pembuatan gantungan handphone.
2.      Mengetahui uji kecukupan data operator 1 dan operator 2 pada pembuatan gantungan handphone.
3.      Mengetahui waktu baku, waktu siklus, dan waktu normal dari operator 1 dan operator 2 pada pembuatan gantungan handphone.
4.      Mengetahui kinerja operator 1 dan operator 2 pada pembuatan gantungan handphone.
5.      Mengetahui kinerja rater 1 dan rater 2 pada pembuatan gantungan handphone.
6.      Mengetahui layout operator 1 dan operator 2 pada pembuatan gantungan handphone.

1.5       Sistematika Penulisan
Laporan akhir ini dilengkapi dengan sistematika penulisan yang bertujuan agar lebih mudah dipahami serta tersusun secara sistematis. Sistematika penulisan dalam laporan ini adalah sebagai berikut.
BAB I    PENDAHULUAN
Pendahuluan menjelaskan hal-hal yang melatarbelakangi pentingnya mempelajari peringkat kinerja operator serta manfaat dan kegunaan mempelajari hal tersebut di dalam dunia kerja. Perumusan masalah digunakan untuk mengidentifikasi masalah yang ingin diselesaikan, Pembatasan masalah dibuat agar pembahasan tidak keluar dari batas-batas yang ditentukan. Serta tujuan mempelajari masing-masing modul yang diberikan. Bab ini juga berisi tentang sistematika dari penulisan laporan akhir ini.
BAB II   LANDASAN TEORI
Bab ini berisi mengenai teori-teori sebagai referensi dalam penulisan laporan akhir ini. Referensi tersebut diambil dari berbagai macam sumber guna melengkapi penulisan ini.
BAB III PENGUMPULAN DATA
Bab ini berisi mengenai flowchart pengambilan data produk, alat dan bahan yang digunakan. Flowchart tersebut menjelaskan tentang proses pengumpulan data dari awal hingga akhir.
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA
Bab ini berisi mengenai deskripsi produk baik kekurangan maupun kelebihannya, kegunaan produk. Selain itu bab ini juga menjelaskan mengenai pengolahan data peringkat kinerja operator serta analisis.
BAB V   KESIMPULAN DAN SARAN
                 Bab ini berisi mengenai kesimpulan dari pembahasan-pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya yang merupakan jawaban dari tujuan penulisan ini. Selain itu bab ini juga berisi saran-saran yang bersifat membangun yang kiranya diperlukan.



BAB II
LANDASAN TEORI


2.1       Pengukuran Kerja Operator
Pengukuran kerja operator adalah aktifitas untuk menilai dan mengevaluasi kecepatan operator. Tujuanya adalah untuk menormalkan waktu kerja yang disebabkan oleh ketidakwajaran. Pengukuran waktu kerja adalah usaha untuk menentukan lama kerja yang dibutuhkan seorang operator terlatih dan qualified dalam menyelesaikan suatu pekerjaan yang spesifik pada tingkat kecepatan kerja yang normal dalam lingkup kerja yang terbaik pada saat itu (gerradoke.blogspot.com).
Penelitian kerja analisa metode kerja pada dasarnya akan memusatkan perhatian pada suatu macam pekerjaan yang akan diselesaikan. Pekerjaan dikatakan selesai secara efisien apabila waktu penyelesaiannya berlangsung paling singkat. Pengukuran waktu kerja ini akan berhubungan dengan usaha-usaha dalam menetapkan waktu baku yang dipergunakan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Singkatnya pengukuran kerja adalah metode penetapan keseimbangan antara jalur manusia yang dikonstribusikan dengan unit output yang dihasilkan (Sritomo, 1992).

2.2       Penyesuaian Waktu dengan Rating Performance Kerja
            Barangkali bagian yang paling penting tetapi justru yang paling sulit didalam pelaksanaan pengukuran kerja adalah kegiatan evaluasi kecepatan atau tempo kerja operator pada saat pengukuran kerja berlangsung. Kecepatan, usaha, tempo, ataupun performance kerja semuanya akan menunjukkan kecepatan gerakan operator pada saat bekerja. Aktifitas untuk menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja operator ini dikenal sebagai “Rating Performance”. Secara umum kegiatan rating ini dapat didefinisikan sebagai “a process during which the time study analyst compare yhe performance (speed or tempo) of the operator under observation with the opserver’s own concept of normal performance” (Sritomo, 1992).
            Umumnya dalam pelaksanaan pengukuran kerja dilakukan terlebih dahulu pembagian operasi menjadi elemen-elemen kerja dan mengukur masing-masing elemen kerja tersebut. Pemecahan operasi menjadi elemen-elemen kerja perlu dilakukan dengan alasan-alasan sebagai berikut (Sutalaksana, 2006):
1.        Menggambarkan suatu operasi adalah dengan membagi kedalam elemen-elemen kerja yang lebih utama dan mempu untuk diukur dengan mudah secara terpisah.
2.        Besarnya waktu baku bisa ditetapkan berdasarkan elemen-elemen pekerjaan yang ada.
3.        Dapat menganalisa waktu baku yang berlebihan untuk tiap-tiap elemen yang ada.
4.        Operator akan bekerja pada tempo yang berbeda pada setiap siklus kerja berlangsung.
Kegiatan pelaksanaan kerja, kegiatan evaluasi kecepatan, dan waktu kerja operator merupakan bagian paling penting dan paling sulit dalam pelaksanaan pengukuran kinerja operator saat kegiatan berlangsung. Kecepatan, usaha, jarak, ataupun kinerja kerja lainnya akan memberikan kecepatan gerakan operator pada saat bekerja. Aktivitas untuk menilai atau mengevaluasi kecepatan kerja operator dikenal sebagai peringkat kinerja (Sutalaksana).
Peringkat kinerja ini dilakukan dengan harapan waktu kerja yang diukur dapat dinormalkan kembali. Ketidaknormalan dari waktu kerja diakibatkan kerja operator yang kurang wajar atau bekerja dalam waktu yang tidak semestinya. Penormalan waktu kerja yang diperoleh dari hasil pengamatan dilakukan dengan mengadakan penyesuaian menggunakan Tabel 2.1 (Sutalaksana, 2006).
Tabel 2.1 Penormalan Waktu Kerja
Nilai Kerja
Keterangan
P > 1 atau P > 100%
Operator dinyatakan bekerja terlalu cepat
P < 1 atau P < 100%
Operator dinyatakan bekerja terlalu lambat
P = 1 atau P = 100%
Operator dinyatakan bekerja secara normal atau wajar
2.3       Peringkat Kinerja dengan Metoda Peringkat Kecepatan
            Dalam praktek kemampuan kerja, metode penetapan peringkat kinerja kerja operator didasarkan pada suatu faktor tunggal yaitu kecepatan operator atau tempo operator. Sistem ini dikenal sebagai peringkat kinerja atau peringkat kecepatan yang umumnya dinyatakan dalam persen atau angka desimal, dimana kinerja tidak normal sama dengan 100% atau 0,01. Penetapan besar kecilnya angka akan dilakukan oleh analisis studi waktu sendiri, sehingga untuk itu dibutuhkan pengalaman yang cukup didalam mengevaluasi kerja yang ditunjukan operator. Pelatihan analisis studi waktu agar bisa merating secara tepat, manggunakan Time Study Rating Film (TSRF) yang diproduksi TSRF menggambarkan suasana yang ada dikantor, laboratorium operasi dan manufaktur. Dalam film ini digambarkan situasi-situasi kerja dari operator yang mengerjakan elemen kerja yang sama dengan berbagai kecepatan kerja yang berlainan. Analisa studi waktu akan dilatih untuk mengamati situasi kerja ini kemudian diharapkan memberikan penilaian kinerja secara langsung dari operator yang dilihat (Eko Nurmiyanto, 1991).
Apabila penyimpangan penilaian yang dibuat tidak lebih dari 5% dari yang sebenarnya maka bisa diartikan bahwa analis studi waktu tersebut dapat mampu melaksanakan penilaian kinerja secara langsung. Faktor peringkat sebenarnya pada dasarnya diaplikasikan untuk menormalkan waktu kerja yang diperoleh dari pengukuran kerja akibat tempo atau kecepatan operator yang berubah-ubah. Untuk maksud ini, waktu normal dapat diperoleh dari rumus berikut (Eko, Nurmiyanto, 1991):
 

                  

2.4       Melakukan Perhitungan Waktu Baku
            Jika pengukuran-pengukuran telah selesai, yaitu semua data yang didapat memiliki keseragaman yang dikehendaki yang diinginkan, maka selesailah kegiatan pengukuran waktu. Langkah selanjutnya adalah mengolah data tersebut sehingga memberikan waktu baku (Sutalaksana, 2006).
            Waktu baku didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan untuk memenuhi satu unit kegiatan kerja, (Overseas Tehnical Opertioan Departement, 1988). Pengukuran-pengukuran, jika semua data telah didapat memiliki keseragaman yang diinginkan, maka selesailah kegiatan pengukuran waktu. Langkah-langkah yang diterapkan untuk mendapatkan waktu baku dari hasil data yang telah didapat, yaitu (Sutalaksana, 2006):
1.        Menghitung waktu siklus rata-rata.
Waktu siklus merupakan jumlah tiap-tiap elemen job.
Dimana:
            = Jumlah waktu penyelesaian yang teramati
      N              = Jumlah pengamatan yang dilakukan
2.        Menghitung Waktu Normal.
Waktu normal merupakan waktu penyelesaian pekerjaan yang diselesaikan oleh pekerja dalam kondisi wajar dan berkemampuan kerja rata-rata.
Dimana:
Ws            = Waktu siklus
P               = Faktor penyesuaian
Faktor penyesuaian (P) diperhitungkan jika pengukur berpendapat bahwa operator bekerja dengan kecepatan tidak wajar. Sehingga, hasil perhitungan waktu perlu disesuaikan atau dinormalkan terlebih dahulu untuk mendapatkan waktu siklus rata-rata yang wajar. Operator bekerja dengan wajar berarti memiliki faktor penyesuaian sama dengan satu (P=1), artinya waktu siklus rata-rata sudah normal. Jika bekerja terlalu lambat maka untuk menormalkan pengukur harus memberi harga P1 dan sebaliknya P1, jika dianggap bekerja terlalu cepat.

3.       Menghitung Waktu Baku .
Waktu baku, yaitu merupakan waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh pekerja normal untuk menyelesaikan pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik saat itu.
Dimana:
Wn      = Waktu normal
1          = Kelonggaran (allowance) yang dihasilkan pekerja untuk
menyelesaikan pekerjaannya disamping waktu normal.
            Kelonggaran ini diberikan untuk hal-hal seperti kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatigue dan gangguan-gangguan yang mungkin terjadi yang tidak dapat dihindarkan oleh pekerja. Umumnya kelonggaran dinyatakan dalam persen dari waktu normal.

            2.5       Kelonggaran
Penentuan waktu baku dilakukan hanya dengan menjalankan beberapa kali pengukuran dan perhitungan rata-ratanya. Jumlah pengukuran yang cukup dan penyusun satu hal lain yang kerap kali terlupakan adalah menambah kelonggaran atas waktu normal yang telah didapatkan. Kelonggaran diberikan untuk tiga hal, yaitu untuk kebutuhan pribadi, menghilangkan rasa fatigue dan hambatan-hambatan yang tidak dapat dihindarkan. Ketiganya ini merupakan hal-hal yang secara nyata dibutuhkan oleh pekerja dan yang selama pengukuran tidak diamati, diukur, dicatat, ataupun dihitung. Karenanya sesuai pengukuran dan setelah mendapatkan waktu normal, kelonggaran perlu ditambahkan. Ketiga hal kelonggaran tersebut akan dijelaskan seperti berikut ini, yaitu (Sutalaksana, 2006):
1.        Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi
Kelonggaran kebutuhan pribadi di sini adalah hal-hal seperti minum sekedarnya untuk menghilangkan rasa haus, ke kamar kecil, dan bercakap-cakap. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan ketegangan ataupun kejemuan dalam bekerja.
Kebutuhan-kebutuhan ini jelas terlihat sebagai sesuatu yang mutlak misalnya, seorang pekerja diharuskan bekerja dengan rasa dahaga atau melarang pekerja untuk sama sekali tidak bercakap-cakap sepanjang jam-jam kerja. Larangan demikian tidak saja merugikan pekerja, tetapi juga merugikan perusahaan. Kondisi demikian pekerja tidak akan dapat bekerja dengan baik bahkan hampir dapat dipastikan produktifitasnya menurun.
Besarnya kelonggaran yang diberikan untuk kebutuhan pribadi seperti itu berbeda-beda dari satu pekerja ke pekerja lainnya, karena setiap pekerja memiliki karakteristik dan tuntutan yang berbeda. Peneliti yang khusus perlu dilakukan untuk  menentukan besarnya kelonggaran ini secara tepat seperti dengan sampling pekerjaan. Berdasarkan penelitian ternyata besarnya kelonggaran bagi pekerja pria berbeda dengan pekerja wanita. Pekerjaan-pekerjaan ringan pada kondisi-kondisi normal pria memerlukan 2-2,5% dan wanita 5% (persentase ini adalah dari waktu normal).
2.        Kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatigue
Rasa fatigue tercermin antara lain dari menurunnya hasil produksi baik jumlah maupun kualitas. Salah satu cara untuk menentukan besarnya kelonggaran adalah dengan melakukan pengamatan sepanjang hari kerja dan mencatat di saat-saat hasil produksi menurun. Masalahnya adalah kesulitan dalam menentukan saat-saat menurunnya hasil produksi disebabkan oleh timbulnya rasa fatigue, karena masih banyak kemungkinan lain yang dapat menyebabkannya.
Rasa fatigue telah datang dan pekerja harus bekerja, maka untuk menghasilkan performance normalnya, usaha yang dikeluarkan pekerja lebih besar dari normal yang akan menambah rasa fatigue. Hal ini berlangsung terus pada akhirnya akan terjadi fatigue total. Artinya adalah jika anggota badan yang bersangkutan sudah tidak dapat melakukan gerakan kerja sama sekali walaupun sudah dikehendaki. Hal demikian jarang terjadi, karena berdasarkan pengalamannya, pekerja dapat mengatur kecepatan kerjanya sedemikian rupa. Selambat-lambatnya gerakan kerja ditunjukan untuk menghilangkan rasa fatigue.
3.        Kelonggaran untuk hambatan-hambatan tak terhindarkan.
Berdasarkan pelaksanaan pekerjaan, pekerja tidak akan lepas dari berbagai hambatan. Terdapat hambatan yang dapat dihindarkan, seperti mengobrol yang berlebihan dan menganggur. Hambatan yang tidak dapat dihindarkan, yaitu jika berada di luar kekuasaan pekerja untuk mengendalikannya. Hambatan yang pertama jelas tidak ada pilihan selain menghilangkannya. Penyebab perlunya diperhitungkan dalam perhitungan waktu baku. Beberapa contoh yang termasuk ke dalam hambatan tak terhindarkan adalah:
a.     Menerima atau meminta petunjuk kepada pengawas.
b.    Melakukan penyesuaian-penyesuaian mesin.
c.     Memperbaiki kemacetan-kemacetan singkat seperti, mengganti alat potong yang patah, memasang kembali ban yang lepas, dan sebagainya.
d.    Memasang peralatan potong.
e.     Mengambil alat-alat khusus atau bahan-bahan khusus dari gudang.

2.6       Tingkat Ketelitian, Tingkat Keyakinan dan Pengujian Keseragaman
            Berbicara tentang tingkat ketelitian, dan pengujian keseragaman data, sebenarnya adalah pembicaraan tentang pengertian statistik. Karena untuk memahaminya secara mendalam, diperlukan beberapa pengetahuan statistik. Tetapi yang dikemukakan pada pasal ini adalah pembahasan kearah pengertian yang diperlukan dengan cara-cara sederhana (Sutalaksana, 1979).
1.        Tingkat kepercayaan dan Tingkat Keyakinan
Yang dicari dengan melakukan pengukuran-pengukuran ini adalah waktu yang sebenarnya dibutuhkan un tuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Karena waktu penyelesaian ini tidak pernah diketahui sebelumnbya maka harus diadakan pengukuran-pengukuran. Idealnya tentu dilakukan pegukuran-pengukuran yang sangat banyak (sampai tak terhingga), karena dengan demikian diperoleh jawaban yang pasti. Tetapi hal ini tidak mungkin karena keterbatasan waktu, tenaga dan tentunya biaya. Namun sebaliknya jika tidak dilakukan beberapa kali pengukuran saja, maka dapat diduga hasilnya sangat besar. Sehingga yang diperlikan adalah jumlah pengukuran yang tidak membebankan waktu, tenaga dan biaya yang besar tetapi hasilnya tidak dapat dipercaya. Jadi walapun jumlah pengukuran tidak berjuta kali, tetapi jelas tidak hanya beberapa kali saja (Sutalaksana, 1979).
Dengan tidak dilakukannya pengukuran yang banyak sekali, pengukuran akan kehilangan sebagian kepastian akan ketetapan atau rata-rata waktu penyelesaian yang sebenarnya. Hal ini harus disadari oleh pengukur bahwa tingkat ketelitian dan tingkat kepercayaan adalah pencerminan tingkat kepastian yang diinginkan oleh pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak.
Tingkat ketelian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya. Hal ini biasanya dinyatakan dalam persen. Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukuran bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Tingkat kepercayaan pun dinyatakan dalam persen. Jadi tingkat ketelitian 5% dan tingkat kepercayaan 95% memberi arti bahwa pengukuran membolehka hasil pengukuranya menyimpang sejauh 5% dari rata-rata sebenarnya, dan kemungkinan berhasil mendapatkan kepercayaan ini adalah 95%. Dengan kata lain, jika pengukuran sampai memperoleh rata-rata penmgukuran yang menyimpang lebih dari 5%, hal ini dibolehkan hanya dengan kemungkinan 5% (=100%-95%) (Sutalaksana, 1979).
2.        Pengujian Keseragaman Data
Sekarang dapat dilihat beberapa hal yang berhubung dengan pengujian keseragaman data. Secara teoritis yang dilakukan dalam pengujian ini adalah berdasarkan teori-teori statistik tentang peta kerja kontrol ysng biasanya digunakan dalam melakukan pengendalian kualitas di pabrik atau tempat-tempat kerja lain (Sutalaksana, 1979).

2.7       Penyesuaian
            Setelah pengukuran berlangsung, pengukur harus mengamati kewajaran kerja yang ditunjukkan operator. Ketidakwajaran dapat saja terjadi misalnya bekerja tanpa kesungguhan, dll. Penyebab di atas dapat mempengaruhi kecepatan kerja. Kecepatan yang terlalu singkat atau terlalu panjangnya waktu penyelesaian. Hal ini tidak diinginkan karena waktu baku adalah waktu yang diperoleh dari kondisi dan cara kerja secara wajar (Sutalaksana, 2006).
            Terdapat 4 metode penyesuaian yaitu metode Shumard, metode Westinghouse, metode persentase, metode Bedaux dan Sintesa. Berikut ini adalah penjelasan dari masing-masing metode tersebut (Sutalaksana, 2006):
1.        Metode Shumard
Memberikan patokan-patokan penilaian melalui kelas-kelas kinerja kerja dengan setiap kelas mempunyai nilai sendiri-sendiri. Disini pengukur diberi patokan untuk menilai performansi kerja operator menurut kelas-kelas superfast, fast+, fast, fast-, excellent, dan seterusnya. Berikut ini adalah tabel penyesuaian menurut cara Shumard.
                                               Tabel 2.2 Penyesuaian Shumard
Kelas
Penyesuaian
Superfast
Fast +
Fast
Fast –
Excellent
Good +
Good
Good –
Normal
Fair +
Fair
Fair –
Poor
100
95
90
85
80
75
70
65
60
55
50
45
40
2.        Metode Westinghouse
Mengarahkan penilaian pada 4 faktor yang dianggap menentukan kewajaran atau ketidakwajaran. Keempat faktor tersebut adalah keterampilan, usaha, kondisi kerja, dan konsistensi. Setiap faktor terbagi dalam kelas-kelas dengan nilainya masing-masing. Keterampilan atau skill didefinisikan sebagai kemampuan mengikuti cara kerja yang ditetapkan. Usaha adalah kesungguhan yang ditunjukkan atau diberikan operator ketika melakukan pekerjaannya. Kondisi kerja adalah kondisi fisik lingkungannya seperti keadaan pencahayaan, suhu, dan kebisingan ruangan. Konsistensi adalah salah satu faktor yang harus diperhatikan karena pada pada setiap pengukuran waktu angka-angka yang dicatat tidak pernah semuanya sama. Berikut ini adalah tabel penyesuaian menurut cara Westinghouse.
Tabel 2.3 Penyesuaian Westinghouse
Faktor
Kelas
Lambang
Penyesuaian
Keterampilan
Superskill

Excellent

Good

Average
Fair

Poor
A1
A2
B1
B2
C1
C2
D
E1
E2
F1
F2
+ 0,15
+ 0,13
+ 0,11
+ 0,08
+ 0,06
+ 0,03
   0,00
-  0,05
-  0,10
-  0,16
-  0,22
Usaha
Excessive

Excellent

Good

Average
Fair

Poor

A1
A2
B1
B2
C1
C2
D
E1
E2
F1
F2
+ 0,13
+ 0,12
+ 0,10
+ 0,08
+ 0,05
+ 0,02
   0,00
-  0,04
-  0,08
-  0,12
-  0,17
Kondisi Kerja
Ideal
Excellenty
Good
Average
Fair
Poor
A
B
C
D
E
F
+ 0,06
+ 0,04
+ 0,02
   0,00
-  0,03
-  0,07
Konsistensi
Perfect
Excellenty
Good
Average
Fair
Poor
A
B
C
D
E
F
+ 0,04
+ 0,03
+ 0,01
   0,00
-  0,02
-  0,04

3.        Metode persentase
Metode ini besarnya faktor penyesuaian sepenuhnya ditentukan oleh  melalui pengamatannya selama melakukan pengukuran. Jadi sesuai dengan pengukuran dia menentukan harga p yang menurut pendapatnya akan menghasilkan waktu normal bila harga ini dikalikandengan waktu siklus.
4.        Metode Bedaux dan Sintesa
Cara Bedaux tidak banyak berbeda dengan cara Shumard, hanya saja nila-nilai pada cara Bedaux dinyatakan dalam “B” (huruf pertama Bedaux, penemunya) seperti misalnya 60 B atau 70 B. Sedangkan cara Sintesa sedikit berbeda dengan cara-cara lain, dimana dalam cara ini waktu penyelesaian setiap elemen gerakan dibandingkan dengan harga-harga yang diperoleh dari tabel-tabel data waktu gerakan, untuk kemudian dihitung harga rata-ratanya. Harga rata-rata yang dinilai sebagai faktor penyesuaian bagi satu siklus yang bersangkutan. Misalkan waktu penyelesaian untuk elemen-elemen pekerjaan pertama, kedua dan ketiga bagi suatu siklus adalah 17, 10 dan 32 detik. Dari tabel-tabel data waktu gerakan didapat untuk elemen-elemen yang sama masing-masing 12, 12 dan 29 detik. Yang berbeda adalah pada elemen-elemen kedua dan ketiga. Maka untuk elemen-elemen ini perbandingannya adalah 12/10 dan 29/32, rata-ratanya yaitu 1,05 adalah faktor penyesuaian untuk ketiga elemen pekerjaan tersebut atau untuk seluruh siklus yang bersangkutan.

 BAB III
METODE PENGAMBILAN DATA


3.1       Flowchart Pengambilan Data
Flowchart pengambilan data merupakan alat yang bisa membantu untuk menyelesaikan masalah-masalah yang telah teridentifikasi. Flowchart ini digunakan untuk menjelaskan tahap-tahap pengambilan data pada modul peringkat kinerja operator. Berikut ini adalah diagram pengambilan data untuk penulisan ini:
Gambar 3.1 Flowchart Pengambilan Data
3.2       Penjelasan Flowchart Pengambilan Data
Langkah awal yang dilakukan yaitu menentukan produk, dimana produk tersebut ditentukan oleh asisten pembimbing. Langkah selanjutnya adalah mempersiapkan alat dan bahan yang telah disediakan oleh asisten pembimbing. Selanjutnya memilih operator, timer, dan rater untuk melakukan pembuatan produk berupa gantungan handphone. Selanjutnya melakukan perancangan layout supaya mempermudah kinerja operator. Setelah layout yang dirancang sudah sesuai, kemudian langkah berikutnya adalah operator melakukan pelatihan dalam pembuatan produk gantungan handphone yang dibimbing oleh asisten pembimbing. Jika operator belum bisa atau belum menguasai pembuatan produk, maka operator melakukan pelatihan pembuatan produk kembali. Setelah operator benar-benar menguasai atau sudah bisa membuat produk tersebut, maka dilanjutkan dengan pembuatan produk itu sendiri dengan dilakukan pengukuran waktu kerja oleh timer dan rater.
Produk yang dibuat adalah sebanyak 30 unit, apabila produk yang dibuat tidak sama dengan 30 unit maka dilakukan pembuatan produk hingga terpenuhi. Jika pembuatan produk yang dibuat telah tercukupi maka pembuatan produk dinyatakan telah selesai. Setelah itu kemudian merapihkan peralatan yang digunakan dalam pembuatan produk.

3.3       Alat dan Bahan yang Digunakan
            Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan alat dan bahan yang mempunyai fungsi dan kegunan masing-masing. Adapun alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan produk gantungan handphone adalah sebagai berikut:
1.      Alat tulis, digunakan untuk mencatat waktu pembuatan produk.
2.      Stopwatch, digunakan untuk mengukur waktu kerja operator pada pembuatan produk untuk satu satuan produk.
3.      Meteran, digunakan untuk mengukur jarak antara operator dengan media seperti alat dan bahan untuk pembuatan produk.
4.      Jangka, digunakan untuk melubangi komponen ”love” pada pembuatan produk.
5.      Tang, digunakan untuk menjepit bagian komponen gantungan supaya mempermudah proses perkitan komponen ”love” dengan komponen gantungan.
6.      Gantungan, adalah salah satu bahan yang merupakan inti dari produk gantungan handphone.
7.      Tali gantungan, digunakan sebagai bahan gantungan itu sendiri pada produk gantungan handphone.
8.      Plastik, digunakan sebagai kemasan pembungkus produk.
9.      Kawat emas, digunakan untuk mengikat kemasan produk supaya rapat.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar